Thursday, 30 May 2013

[Obrolan Dapur] Sebuah Sinetron Berjudul Master Chef Indonesia


Ketika Master Chef Indonesia (untuk berikutnya disingkat dengan MCI) musim ketiga tayang untuk pertama kalinya, harapan saya waktu itu hanya satu, semoga tidaklah se drama season sebelumnya, tapi apa daya, baru juga memasuki minggu ketiga penayangan, deramah sudah tersebar di segala penjuru dari awal sampai akhir.

Sesuai namanya Master Chef, kompetisi memasak untuk mencari seorang master (ahli) di bidang masak memasak, seharusnya fokus utama pada bagaimana mengolah dari bahan mentah hingga tertata cantik diatas piring siap untuk dihidangkan. 

Tetapi yang saya amati, komentar-komentar dari para peserta lebih banyak mendapat porsi. Saya yakin sebagai peserta pasti memiliki rasa excitement yang besar setiap menghadapi tantangan baru, atau perasaan cemas dan khawatir ketika masuk preasure test, tapi apakah semua itu harus di blow up? Belum lagi saat penentuan pemenang suatu tantangan atau saat penentuan peserta yang tereliminasi yang sengaja di ulur-ulur, kalau perlu di beri jeda iklan, dan kemudian ada pesan sponsor "Moment ini dipersembahkan oleh...."

Hadeeeh....

Saya tahu bahwa, bagaimanapun juga MCI adalah sebuah tayangan televisi komersial, bukan sebuah film dokumenter. Tayangan ini membutuhkan sponsor untuk mendapatkan keuntungan, dan sponsor akan datang jika ratingnya tinggi, rating tinggi jika banyak yang menonton. Dan salah satu cara meningkatkan rating adalah dengan memberikan "bumbu-bumbu" yang salah satunya adalah "bumbu drama". 

Yang kemudian menjadi masalah adalah seberapa banyak bumbu bisa ditambahkan. Seperti halnya sebuah masakan, jika bumbu terlalu banyak maka masakan tersebut akan terasa tidak enak, demikian juga jika bumbunya kurang maka tidak enak pula. Masakan yang enak adalah masakan dengan bumbu yang pas. Tapi yang namanya ukuran pas bagi tiap orang berbeda-beda. Demikian juga "bumbu" yang pas untuk sebuah tayangan televisi itu berbeda pula.

Bagi saya bumbu yang ada pada tayangan MCI sudah terlalu kebanyakan. Sehingga kesan yang saya dapatkan ketika menonton MCI seolah-olah saya menonton sinetron, tapi bukan Alissa Subandono, Christian Sugiyono, Naysila Mirdad dan Dude Herlino yang menjadi bintangnya tapi Chef Degan, Chef Marinka, Chef Arnold beserta para peserta MCI yang membintangi sinetron ini.

Harapan saya MCI lebih memfokuskan pada peserta yang tengah mengolah masakan, bagaimana memotong bahan, mengolahnya dan kemudian menyajikannya, pun juga ketika salah satu chef memasak, sehingga penonton bukan hanya terhibur tapi juga bisa belajar dari tontonan ini. Jika boleh saya sarankan MCI bisa menjadikan tayangan Iron Chef dan TV Champion sebagai referensi.

Oh iya satu lagi, jangan lupakan MCI episode besok, dimana salah satu juri memaki peserta dengan "the F word". 

Dunia dapur profesional (profesional kitchen) memang keras kata seorang teman, tapi bagaimanapun juga MCI adalah sebuah tayangan nasional, jika memang sang chef harus memaki peserta karena kesalahan yang dilakukannya sehingga keluarlah kata F tersebut, maka seharusnyalah bagian editing yang menghilangkan bagian tersebut (bukan hanya mem beeep kata F tersebut) dan bukannya menjadikan adegan tersebut sebagai promosi untuk episode berikutnya.

Saya sering menonton tayangan MCI sebagai salah satu media untuk menambah wawasan saya tentang dunia masak-memasak, tapi jika masih saja terlalu banyak drama seperti kemarin-kemarin, lama kelamaan jadi malas juga untuk menontonnya. 

Sumber gambar: wikipedia

Monday, 20 May 2013

[Obrolan Dapur] Pecel Bongko


Pas lagi bebersih hardisk komputer, secara tidak sengaja menemukan foto ini. Ada yang tahu ini foto apaan?

Yaiyalah... Ini foto makanan, bukan foto nuklir :p

Foto ini adalah makanan bernama Pecel Bongko. Nah lho? Apa pula itu?

Pecel Bongko adalah makanan khas Jawa (terutama banyak di temui di kota Solo). Makanan ini sebenarnya perpaduan antara dua makanan, yaitu Pecel dan Bongko. Pecel, saya rasa sudah banyak mengetahui masakan berupa sayuran yang direbus kemudian disiram saus kacang pedas. Sementara untuk Bongko sendiri mungkin banyak yang belum tahu makanan yang satu ini.

Bongko merupakan makanan yang terbuat dari biji kacang panjang kering (biasa disebut kacang tholo dalam bahasa Jawa) yang sudah direbus, dicampur dengan parutan kelapa yang cukup muda beserta bumbu-bumbu yang dibungkus daun pisang kemudian di kukus sampai matang.

Rasa dari Bongko sendiri cenderung manis (seperti kebanyakan makanan Jawa pada umumnya) terpadu dengan gurihnya kelapa. 

Perpaduan antara masakan Pecel dan juga Bongko menimbulkan sensasi rasa yang berbeda. Rasa manis dan gurih dari Bongko terpadu dengan rasa pedas dan gurih dari sambel kacang, cocok sebagai makanan pembuka ataupun camilan.

Pecel Bongko sendiri agak susah untuk dicari, bisa di temui di pasar-pasar tradisional atau penjual makanan kecil keliling yang biasa disebut tenongan. Harga yang di pathok pun tidak mahal sekitar Rp 2.000,- untuk seporsi Pecel Bongko (1 porsi biasanya terdiri dari 2 bungkus kecil, 1 bungkusan berisi pecel dan 1 bungkusan berisi bongko).

Jika anda datang ke Solo, cobalah untuk hunting masakan yang satu ini, Dijamin pasti nagih :D

Tuesday, 7 May 2013

[Review] Ala Resep Juna


Pertama kali kenal (beuh... sok akrab :p) maksudnya tahu mengenai Chef Juna adalah dari acara Master Chef Indonesia yang tayang di RCTI. Dan saya termasuk orang yang ikutan sebel ngeliat gaya dia yang nyebelin dan belagu di acara tersebut :))

Sempat kaget juga ketika ngeliat iklan acara ARJuna di Global TV. 

Ciyus? Enelan? Chef Juna punya cooking show sendiri? 

Penasaran juga dengan cara dia bakal ngebawain acaranya. Yang kebayang chef juga dengan muka lempeng dengan komentar-komentar pedes bakal masak ditemani bintang tamu.

Pertama kali nonton, masih agak-agak janggal ngeliatnya, dan kayaknya si Chef Juna juga masih kagok ngebawain acara masaknya sendiri. Tapi lama kelamaan ternyata seru juga nonton acara ini.

Justru dengan dia yang tidak terlalu banyak bicara, seperti menjaga jarak dengan bintang tamunya (tidak sok akrab seperti di acara memasak lainnya) menjadi kekhasan dari acara ini. Dan kalau menurut saya lebih enak untuk dinikmati (saya menonton acara masak untuk mengetahui cara memasak suatu makanan bukan gossip mengenai bintang tamu atau yang lainnya)

Saya ingat waktu bintang tamunya FiTrop beberapa waktu lalu. FiTrop yang suka heboh sendiri baik dalam gaya bicara maupun gesture tubuhnya, hanya ditanggapi kalem bin lempeng oleh chef Juna, sumpah ketawa ngakak waktu liat episode ini.

Selain ke khasannya tersebut, satu lagi yang saya suka dari acara ini adalah resep-resep yang disajikan serta penyajiannya. Resep-resep yang dibuat oleh chef Juna bukanlah resep-resep rumit dan sulit pembuatannya, namun dengan penyajian yang apik membuatnya menjadi suatu sajian yang mewah.

Ala Resep Juna bukan hanya acara hiburan masak memasak, namun banyak hal yang bisa kita pelajari disitu, terutama dalam bidang gastronomi, cara pemilihan bahan, memasak dan penyajian yang baik yang menggugah selera.


Satu hal yang sedikit agak menganggu adalah, beberapa kali bintang tamu sempat bertanya "Kenapa chef Juna yang ganteng pintar masak tidak segera menikah?"

Well... Leave that matter to infotainment shall we? Ini acara memasak, bukan acara gossip.

3,5/5 bintang saya berikan untuk acara ini, semoga semakin banyak acara masak seperti yang satu ini.

Monday, 6 May 2013

[Review] Warung Bakso Pak Mino


Pertama kali saya mampir ke sini karena ketidaksengajawaan. Awalnya saya memesan mie ayam, dan ketika menunggu pesanan saya diantar, saya lihat ada menu Mie Thoprak yang ditawarkan warung ini. Saya pikir, lain kali kalau kesini boleh lah nyobain Mie Thopraknya.

Dan di kesempatan berikutnya, saya memesan menu Mie Thoprak. Mie Thoprak, atau lengkapnya Mie Kethoprak (Ketoprak) merupakan masakan khas Indonesia, ada beberapa daerah yang memiliki Mie Ketoprak sebagai makanan khas nya, dan tiap-tiap daerah memiliki resep/ tampilan mie ketoprak yang berbeda-beda.

Mie Kethoprak khas Solo (untuk selanjutnya disebut Mie Thoprak) terdiri atas mie kuning ditambah irisan tahu, tempe, daun kol, seledri ditambah kacang tanah goreng, remukan kerupuk karak dan tetelan daging sapi yang disiram kuah kaldu sapi untuk kemudian ditaburi bawang merah goreng. 

Mie Thoprak di Warung Bakso Pak Mino ini sedikit berbeda, alih-alih menggunakan remukan kerupuk karak, mereka menggunakan kulit pangsit goreng, dan ditambah dengan bakso daging sapi di setiap porsinya.

Awalnya ngerasa aneh melihat ada bakso di dalam semangkuk Mie Thoprak, namun setelah di rasakan, ternyata enak juga. Rasa dari Mie Thoprak sendiri secara umum adalah rasa segar khas sup daging sapi, dengan kaldu yang kental aroma dan rasanya karena kuah yang dipakai adalah kuah bakso.

Warungnya sendiri juga cukup bersih dan cukup nyaman dan harga nya juga terjangkau. Mungkin karena di sekitar warung merupakan daerah pabrik, jadi harga yang di tetapkan juga tidak terlalu mahal. Untuk seporsi Mie Thoprak + segelas es teh saya cukup mengeluarkan uang sebesar Rp 8.500,- cukup murah kan?

Warung Bakso Pak Mino terletak di Jalan Raya Batik Keris, Cemani, Sukoharjo. Dari arah  Batik Keris ke arah Selatan kurang lebih 150 meter, setelah Alfamart sebelah Barat jalan.

2,5/5 bintang saya berikan untuk warung ini, atas rasa, pelayanan dan tempatnya. Jika anda tengah berada di daerah Cemani dan hendak menikmati kuliner yang murah meriah dan enak, boleh lah mampir ke warung ini.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes