Ketika Master Chef Indonesia (untuk berikutnya disingkat dengan MCI) musim ketiga tayang untuk pertama kalinya, harapan saya waktu itu hanya satu, semoga tidaklah se drama season sebelumnya, tapi apa daya, baru juga memasuki minggu ketiga penayangan, deramah sudah tersebar di segala penjuru dari awal sampai akhir.
Sesuai namanya Master Chef, kompetisi memasak untuk mencari seorang master (ahli) di bidang masak memasak, seharusnya fokus utama pada bagaimana mengolah dari bahan mentah hingga tertata cantik diatas piring siap untuk dihidangkan.
Tetapi yang saya amati, komentar-komentar dari para peserta lebih banyak mendapat porsi. Saya yakin sebagai peserta pasti memiliki rasa excitement yang besar setiap menghadapi tantangan baru, atau perasaan cemas dan khawatir ketika masuk preasure test, tapi apakah semua itu harus di blow up? Belum lagi saat penentuan pemenang suatu tantangan atau saat penentuan peserta yang tereliminasi yang sengaja di ulur-ulur, kalau perlu di beri jeda iklan, dan kemudian ada pesan sponsor "Moment ini dipersembahkan oleh...."
Hadeeeh....
Saya tahu bahwa, bagaimanapun juga MCI adalah sebuah tayangan televisi komersial, bukan sebuah film dokumenter. Tayangan ini membutuhkan sponsor untuk mendapatkan keuntungan, dan sponsor akan datang jika ratingnya tinggi, rating tinggi jika banyak yang menonton. Dan salah satu cara meningkatkan rating adalah dengan memberikan "bumbu-bumbu" yang salah satunya adalah "bumbu drama".
Yang kemudian menjadi masalah adalah seberapa banyak bumbu bisa ditambahkan. Seperti halnya sebuah masakan, jika bumbu terlalu banyak maka masakan tersebut akan terasa tidak enak, demikian juga jika bumbunya kurang maka tidak enak pula. Masakan yang enak adalah masakan dengan bumbu yang pas. Tapi yang namanya ukuran pas bagi tiap orang berbeda-beda. Demikian juga "bumbu" yang pas untuk sebuah tayangan televisi itu berbeda pula.
Bagi saya bumbu yang ada pada tayangan MCI sudah terlalu kebanyakan. Sehingga kesan yang saya dapatkan ketika menonton MCI seolah-olah saya menonton sinetron, tapi bukan Alissa Subandono, Christian Sugiyono, Naysila Mirdad dan Dude Herlino yang menjadi bintangnya tapi Chef Degan, Chef Marinka, Chef Arnold beserta para peserta MCI yang membintangi sinetron ini.
Harapan saya MCI lebih memfokuskan pada peserta yang tengah mengolah masakan, bagaimana memotong bahan, mengolahnya dan kemudian menyajikannya, pun juga ketika salah satu chef memasak, sehingga penonton bukan hanya terhibur tapi juga bisa belajar dari tontonan ini. Jika boleh saya sarankan MCI bisa menjadikan tayangan Iron Chef dan TV Champion sebagai referensi.
Oh iya satu lagi, jangan lupakan MCI episode besok, dimana salah satu juri memaki peserta dengan "the F word".
Dunia dapur profesional (profesional kitchen) memang keras kata seorang teman, tapi bagaimanapun juga MCI adalah sebuah tayangan nasional, jika memang sang chef harus memaki peserta karena kesalahan yang dilakukannya sehingga keluarlah kata F tersebut, maka seharusnyalah bagian editing yang menghilangkan bagian tersebut (bukan hanya mem beeep kata F tersebut) dan bukannya menjadikan adegan tersebut sebagai promosi untuk episode berikutnya.
Saya sering menonton tayangan MCI sebagai salah satu media untuk menambah wawasan saya tentang dunia masak-memasak, tapi jika masih saja terlalu banyak drama seperti kemarin-kemarin, lama kelamaan jadi malas juga untuk menontonnya.
Yang kemudian menjadi masalah adalah seberapa banyak bumbu bisa ditambahkan. Seperti halnya sebuah masakan, jika bumbu terlalu banyak maka masakan tersebut akan terasa tidak enak, demikian juga jika bumbunya kurang maka tidak enak pula. Masakan yang enak adalah masakan dengan bumbu yang pas. Tapi yang namanya ukuran pas bagi tiap orang berbeda-beda. Demikian juga "bumbu" yang pas untuk sebuah tayangan televisi itu berbeda pula.
Bagi saya bumbu yang ada pada tayangan MCI sudah terlalu kebanyakan. Sehingga kesan yang saya dapatkan ketika menonton MCI seolah-olah saya menonton sinetron, tapi bukan Alissa Subandono, Christian Sugiyono, Naysila Mirdad dan Dude Herlino yang menjadi bintangnya tapi Chef Degan, Chef Marinka, Chef Arnold beserta para peserta MCI yang membintangi sinetron ini.
Harapan saya MCI lebih memfokuskan pada peserta yang tengah mengolah masakan, bagaimana memotong bahan, mengolahnya dan kemudian menyajikannya, pun juga ketika salah satu chef memasak, sehingga penonton bukan hanya terhibur tapi juga bisa belajar dari tontonan ini. Jika boleh saya sarankan MCI bisa menjadikan tayangan Iron Chef dan TV Champion sebagai referensi.
Oh iya satu lagi, jangan lupakan MCI episode besok, dimana salah satu juri memaki peserta dengan "the F word".
Dunia dapur profesional (profesional kitchen) memang keras kata seorang teman, tapi bagaimanapun juga MCI adalah sebuah tayangan nasional, jika memang sang chef harus memaki peserta karena kesalahan yang dilakukannya sehingga keluarlah kata F tersebut, maka seharusnyalah bagian editing yang menghilangkan bagian tersebut (bukan hanya mem beeep kata F tersebut) dan bukannya menjadikan adegan tersebut sebagai promosi untuk episode berikutnya.
Saya sering menonton tayangan MCI sebagai salah satu media untuk menambah wawasan saya tentang dunia masak-memasak, tapi jika masih saja terlalu banyak drama seperti kemarin-kemarin, lama kelamaan jadi malas juga untuk menontonnya.
Sumber gambar: wikipedia
0 comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar disini. Mohon maaf komentar berupa spam, scam dan iklan akan dihapus